Kamis, 08 April 2010

Strategi Intelijen Pemasaran

Secara umum, istilah intelijen sering diasosiasikan dengan aktivitas memata-matai. Sedikit berbeda, dalam dunia bisnis, intelijen sebenarnya berhubungan dengan aktivitas mencari informasi tentang kegiatan perusahaan kompetitor.

Sistem Intelijen Pemasaran adalah seperangkat prosedur dan sumber yang digunakan oleh para manajer untuk memperoleh informasi harian mengenai perkembangan di lingkungan pemasaran. Kata intelligence sendiri dalam kamus memiliki arti “kecerdasan”. Di bidang pemasaran, orang yang bertugas sebagai marketing intelligence bukan hanya dituntut cerdas dalam pemikiran, namun juga jeli dalam melihat persaingan yang ada.

“Biasanya dalam satu tim research and development ataupun business and development, ada yang disebut dengan marketing intelligence. Dia akan menempel ketat perusahaan, tapi tidak secara terang-terangan. Yang pasti, selalu keep eye pada perusahaan yang menjadi pesaing mereka,” urai Ardiningtias Pitaloka dari konsultankarir.com, yang akrab disapa Pipit.

Sistem intelijen pemasaran merupakan bagian dari sistem informasi pemasaran serta sangat erat kaitannya dengan sistem catatan intern perusahaan dan riset pemasaran. Informasi tersebut dapat berasal dari dalam perusahaan sendiri, konsultan riset pemasaran, biro periklanan, pemasok, pelanggan, bahkan pesaing.

Intelijen pemasaran sudah banyak dipakai secara profesional sebagai suatu alat diplomasi oleh perusahaan yang bersaing. Persaingan menjadi dasar pengembangan intelijen pemasaran, baik secara nasional maupun global. Penurunan efisiensi dan ketidakmampuan perusahaan mendapatkan laba adalah indikator diperlukannya sebuah intelijen pemasaran.

Tidak hanya itu, pesatnya perkembangan teknologi serta perubahan budaya yang terjadi secara simultan juga memerlukan sebuah sistem intelijen pemasaran untuk menangkap animo dan selera pasar. Dengan demikian, perusahaan dapat mengikuti kekinian dari perkembangan kebutuhan masyarakat yang tidak pernah ada habisnya.

Metode Tepat Guna
Dalam kenyataannya, intelijen pemasaran tidak selalu berjalan mulus. Kebanyakan kegagalan dipicu oleh perencanaan yang tidak akurat akibat kurang atau ketidaktepatan informasi, dana yang tidak memadai, personel yang kurang cakap, serta birokrasi yang tidak jelas. Metode intelijen pemasaran bisa sistematis atau tidak sistematis.

“Sebenarnya terdapat banyak cara untuk mengumpulkan informasi serta memantau pergerakan dari perusahaan lain. Salah satunya dengan mengikuti seminar atau workshop yang biasanya dihadiri oleh banyak perusahaan dengan orientasi yang sama. Dari seminar inilah mereka bisa tahu tren akan mengarah ke mana,” ungkap Pipit.

Cara lain adalah dengan membaca buku, koran, atau publikasi bisnis, serta berbincang dengan pelanggan atau manajer lain. Metode yang digunakan tersebut termasuk dalam contoh metode yang tidak sistematis. Sedangkan metode yang sistematis antara lain diwujudkan dengan melatih atau memotivasi marketer agar menjadi "mata" dan "telinga" bagi perusahaan ataupun membangun sendiri pusat informasi pemasaran, evaluasi, dan analisis.

Metode yang sistematis mestinya mencakup beberapa langkah yang sistematis pula, yaitu mempersiapkan sistem, mengumpulkan informasi secara terus-menerus, evaluasi dan analisis, lalu menyebarkan dan merespons ke masyarakat secara menyeluruh.

Hal yang sering dituntut perusahaan terhadap seorang intelijen pemasaran adalah menemukan adanya perkembangan baru kemudian melaporkannya ke divisi riset dan pengembangan. Cara penting mengumpulkan informasi secara efisien adalah dengan mendorong distributor, pengecer, dan para perantara perdagangan lain untuk menyampaikan informasi intelijen pemasaran yang penting.

Perusahaan juga dapat belajar tentang strategi perdagangan para pesaing dengan membeli produk-produk mereka. Begitu pula open house dan pameran dagang yang rutin dilakukan perusahaan untuk pengenalan produk mereka kepada masyarakat ataupun mitra kerja adalah metode tepat guna untuk “membaca” langkah bisnis mereka.

Menjadi seorang intelijen pemasaran tidaklah mudah. Mereka harus jeli dan mencermati arus perkembangan setiap perusahaan. “Tuntutannya sangat besar. Kita harus pandai-pandai membaca situasi dan kondisi. Jika tidak cermat, bisa-bisa kita kebobolan informasi dan kalah saing dengan kompetitor,” urai Erika Swadessi, salah satu tim marketing intelligence di sebuah perusahaan elektronik.

Cara lain adalah dengan membeli informasi dari pihak luar. Perusahaan-perusahaan riset dapat mengumpulkan dan menyimpan data panel pelanggan dengan biaya yang lebih murah dibandingkan jika perusahaan tersebut melakukan riset sendiri. Tidak hanya mengurangi biaya, waktu pun menjadi terpangkas.

Biasanya beberapa perusahaan telah membentuk pusat informasi pemasaran untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi intelijen pemasaran. Berawal dari staf yang melakukan pengamatan publikasi-publikasi utama, mengikhtisarkan informasi yang relevan, dan terakhir menyampaikannya kepada para manajer pemasaran. Kumpulan informasi tersebut menyimpan informasi aktual yang sangat membantu perkembangan sebuah perusahaan.

“Para marketing intelligence haruslah jeli melihat celah dan segala kemungkinan yang ada. Biasanya perusahaan memilih sosok yang cerdas, komunikatif, serta andal. Mereka diibaratkan sebagai tim peneliti yang dibentuk oleh perusahaan,” pungkas Pipit.
mer/L-1


Tulisan kali ini benar-benar isu yang belum saya cek kebenarannya.

Ada pihak tertentu yang sedang menguji thesis benturan Islam dengan Barat. Sebut saja pihak tersebut the wing of excellence karena mereka begitu yakinnya dengan kapabilitas intelektual yang jauh diatas rata-rata.

Mereka tidak terkait langsung dengan gerakan agama manapun, termasuk Zionis Yahudi yang seringkali dianggap sebagai otak dibalik semua konspirasi di dunia ini.

Pemuatan kartun Nabi Muhammad di sejumlah media massa Eropa bukan tanpa perhitungan akan reaksi yang timbul dari dunia Islam. Hal ini dengan cerdiknya telah diperhitungkan oleh kalangan the wing of excellence. Pihak-pihak yang terkait langsung dengan proses pemuatan kartun tersebut telah disusupi oleh sebuah grandeur ide untuk membongkar kesakralan sosok Nabi Muhammad yang merupakan satu-satunya Utusan Tuhan yang belum dicemari oleh kekonyolan canda tawa manusiawi yang pada dasarnya wajar secara psikologis, ingat manusia itu bukanlah malaikat yang patuh seutuhnya pada Yang Maha Kuasa.

Pembongkaran kesakralan Nabi Muhammad tersebut sekaligus sebagai studi kasus terhadap respon seluruh umat Islam dunia yang menurut daftar analisa kelompok tersebut akan pecah menjadi 9 kelompok besar, yaitu:
  1. Reaksi paling keras dengan aksi kekerasan oleh kelompok jihad
  2. Reaksi agak keras dengan aksi demonstrasi dengan melakukan penghinaan terhadap simbol negara yang merupakan balasan. Kelompok yang akan melakukan aksi ini bersifat campuran.
  3. Reaksi keras dengan dengan komentar intelektual yang akan muncul dari elit politik negara berpenduduk muslim.
  4. Reaksi yang justru menyudutkan Islam garis keras, karena mereka akan kelihatan bodoh dan kurang dewasa.
  5. Reaksi yang merupakan introspeksi ke dalam kelompok Islam atas cara mereka memahami sebuah wacana kontroversial.
  6. Reaksi acuh tak acuh yang menganggap Nabi dan Tuhan tidak perlu dibela.
  7. Reaksi khawatir bahwa citra Islam semakin buruk dengan maraknya respon-respon kekerasan atas sebuah fenomena karikatur (non-kekerasan).
  8. Reaksi yang membongkar ketidakmampuan pimpinan umat Islam memimpin "respon-respon spontan Islami" umat Islam atas sebuah fenomena yang kontroversial.
  9. Reaksi paling lemah, bahkan ikut tertawa ketika melihat Nabinya digambarkan secara tidak benar (fitnah) dan tidak sopan oleh pihak lain karena menganggap itu sebagai hal yang wajar dalam pola berpikir liberal.

Kesembilan reaksi yang diperkirakan tersebut mungkin telah bertambah lagi dengan kategori lain. Namun ada satu kesatuan analisa yang dipersiapkan, yaitu untuk melihat persatuan umat Islam dunia dalam bersikap, yang ternyata masih solid dalam level yang berbeda-beda.

Berikutnya adalah menjerumuskan aliran keras untuk terus mengobarkan kekerasan, sehingga pencitraan secara kontinu tentang Islam sebagai agama kekerasan menjadi wajar di benak manusia sedunia. Diharapkan aliran keras ini semakin berkobar dan mampu menyeret aliran yang lebih menggunakan intelektual dan kesabaran serta santun untuk merasakan kobaran emosi anti barat (secara simbolis tergambar jelas dengan demonstrasi yang diarahkan pada sejumlah negara barat). Misalnya meskipun Amerika Serikat sebagai negara tidak terlibat dalam kasus kartun, tetap ikut kena getah demonstrasi.

Konspirasi demi konspirasi untuk mengobarkan "kebencian" dan prasangka tersebut tidak akan berhenti sesuai dengan ramalan kitab suci yang diyakini umat Islam.

Hal ini hanyalah langkah antara untuk melanggengkan "permusuhan" batiniah yang sebenarnya tidak dilandasi oleh kebencian terhadap ajaran agamanya, tetapi "iri-benci" antar manusia yang berkeyakinan beda.

Demikian sedikit bocoran dari sumber yang belum bisa dipertanggungjawabkan.

Semoga rakyat Indonesia yang merupakan penduduk muslim terbesar di dunia bisa memperbaiki respon-respon terhadap isu global secara lebih cerdas dan simpatik.
-----


Krisis yang dipicu oleh sebuah karikatur tokoh yang paling dihormati umat Islam memang benar-benar luar biasa. Gelombang protes yang terjadi didunia Islam bukan tanpa motor penggerak, perkiraan adanya 9 kelompok yang bereaksi dalam tingkatan yang berbeda berdasarkan pada pendekatan psikologi massa yang berarti mengabaikan faktor mobilisasi politik dari kelompok Islam. Sementara itu, disamping melakukan kalkulasi sejauh mana solidaritas umat Islam sedunia, sesungguhnyalah the wing of excellence sedang menunggu meruncingnya perseteruan lama Sunni bersama kelompok moderat-Syi'ah bersama kelompok jihadis agar lebih kelihatan dalam skala global. Sunni disini berarti Saudi Arabia dan Syi'ah adalah Iran. Sementara kelompok moderat adalah mereka yang bereaksi "lemah" atas isu kartun sedangkan jihadis adalah yang bereaksi "keras".

Ada sedikit kemiripan dengan analisa saudara Christianto Wibisono tentang masalah kartun (kebetulan ditolak oleh Suara Pembaruan) karena "takut" memicu gelombang baru di Indonesia. Boleh saya menduga saudara Chris juga tahu tentang the wing of excellence atau minimal pernah membaca atau terpengaruh dengan diskusi orang-orang CIA, karena tulisannya ada kemiripan dengan produk CIA yang lugas dalam dan komprehensif dalam mengupas sebuah persoalan. Mungkin juga tidak, atau karena faktor kebetulan. Kebetulan saudara Chris ada di Washington (kota yang merupakan jantung pemerintahan) dan bukan di New York sebagai pusat bisnis.

Solidaritas EU yang tetap membela Denmark sebagai bagian integral Eropa tentu saja sudah diperhitungkan, terlebih dengan solidaritas kebebasan persnya. Tetapi adakah orang Eropa yang berani memainkan karikatur holocaoust pembantaian Yahudi oleh Jerman? bila memang mereka benar-benar bebas?

Thesis benturan peradaban memang terasa konyol bila kita berpikir dalam kerangka perdamaian dunia dan tata dunia baru. Tetapi benturan peradaban itu bila tidak aktual maka sifatnya potensial dan disadari dalam benak umat manusia yang tidak pernah saling mempercayai sesama. Manusia yang senantiasa dihantui rasa terancam oleh manusia lain, manusia yang senang membohongi diri sendiri demi kosmetik pergaulan internasional. Sementara hakikatnya permusuhan itu demikian dalamnya. Secara akademis bisa jadi thesis benturan peradaban bisa dibantah tetapi tidak secara keseluruhan, ada bagian-bagian yang terlanjur masuk ke dalam ruang otak kita dan bergema menjadi salah satu alternatif sudut pandang setiap kali timbul perselisihan yang disebabkan oleh perbedaan manusia yang satu dengan yang lain.

Pengetahuan manusia akan dirinya sudah sedemikian majunya, demikian diklaim oleh the wing of excellence dan hal ini berkat penelitian secara terus-menerus tentang neuro-science yang tidak mengabaikan faktor filosofis, emosi dan penyimpangan manusia. Dengan demikian, permainan konflik ataupun pencitraan manusia yang satu dengan yang lain demikian mudahnya dikemas di era globalisasi, sementara mayoritas umat manusia hanya terbengong-bengong dan bertanya-tanya....ada apa sih?

Mudah-mudahan Intelijen Indonesia yang telah memiliki jaringan komunikasi dengan intelijen di Timur Tengah juga melihat duduk persoalan secara jernih sehingga mampu memberikan masukkan yang tepat buat pemerintah RI. Sejauh ini saya lihat cukup baik...tidak terlihat keputusan blunder pemerintah terkait dengan isu-isu di dunia Islam.

Akhir kata, dan ini pendapat pribadi saya.... kesombongan the wing of excellence hanya akan runtuh bila menghadapi manusia super. Yaitu mereka yang masih memiliki nurani dan kejujuran serta senantiasa membersihkan diri dan paham betul makna beragama dan beribadah kepada Yang Maha Pencipta, dimana kepintaran pengetahuan manusia tidak ada artinya dihadapan keheningan jiwa dalam menghadap Sang Pencipta. Mudah-mudahan manusia super semacam ini semakin banyak di bumi Nusantara, sehingga suatu masa nanti umat manusia akan belajar ke Indonesia.

Sekian.

Intelijen Gaya Baru

Seseorang anonymous dengan nama sandi -HatiSejati- menyampaikan sebuah link yang sangat baik yaitu Blog Sosiologi, khususnya mengenai salah satu artikelnya yang buat saya sebenarnya berita lama yaitu tentang intelijen gaya baru.

Ketika cikal-bakal internet ARPAnet yang merupakan kakek buyut internet modern lahir pada sekitar tahun 1960-an , konsep untuk memperluas teknik input informasi dari publik yang akan memperkaya analisa intelijen belumlah terpikirkan karena kakeknya internet ini memang hanya eksis secara di tertutup di kalangan militer dan intelijen Amerika . Tentu saja pemikiran tersebut sangat minor di dalam dinamika perang dingin dan tingkat kerahasiaan yang tinggi. Akhirnya ARPnet hanya dipergunakan sebagai NCP (Network Control Protocol) dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi antara instalasi militer dan khususnya yang terkait dengan instalasi bom nuklir.

Meski demikian Charles M. Herzfeld sudah menganjurkan untuk memperluas jaringan minimal secara nasional yang ditujukan untuk interaksi para peneliti dan penyelidik yang terpisah secara geografi. Agar mereka bisa berkomunikasi dan mempercepat komunikasi serta peningkatan ilmu pengetahuan melalui pertukaran data antar lembaga penelitian seperti universitas. Jadi jauh lebih terbuka dan progresif dibandingkan kalangan militer yang penuh kerahasiaan. Pertukaran data pertama terjadi antara UCLA and Stanford Research Institute. Desakan dari kalangan akademisi dan non military figures inilah yang kemudian memisahkan sistem internet militer (MILnet) dari internet yang kita kenal sekarang, hal ini terjadi pada tahun 1983. Segera setelah terjadi proses pengamanan yang intensif dan MILnet berkembang lebih ke tingkat/level/coding akses yang rumit, internet publik berkembang mengarah pada simplifikasi penggunaan. Pada tahun 1986, sebuah LAN yang merupakan turunan dari sebuah sistem komputing jaringan bernama NSFnet (National Science Foundation Network) lahir. Pada tahun 1990 APRA mati dan sistem NFS menjadi inti dari internet modern yang kita gunakan sekarang.

Pada periode awal 1990-an, badan-badan intelijen Amerika sudah mulai memikirkan apa yang menjadi kebijakan Negroponte sekarang, karena intelijen dan militer institusi yang paling awal mengenal dan mengetahui kemampuan sistem komputer jaringan. Pada saat itu juga proyek propaganda sudah mulai berbarengan dengan proyek B-BETA yang bertujuan memperkuat basis-basis bisnis yang lebih luas bagi perusahaan software asal Amerika yang berspesialisasi dalam OS, Virus dan Anti Virus dan piranti lunak lainnya.

Saya yakin betul bila Intelijen telah lama memanfaatkan pengumpulan informasi melalui jaring internet, namun melalui mekanisme yang lebih mirip dengan sadap telepon atau sekarang kita kenal dengan spyware. Spyware modern sangat efektif dalam mencuri kode sandi pengguna internet khususnya yang berkaitan dengan net banking system. Bahkan P to P yang kina kenal belakangan juga merupakan mekanisme untuk mengambil data tanpa disadari oleh seseorang yang terkoneksi. Tentunya program yang mereka miliki berbeda dengan yang kita gunakan secara bebas melalui download gratisan.

Ketika saya belajar intelijen di Amerika untuk pertama kalinya pada tahun 1980-an, mereka telah memamerkan sistem dokumentasi dan arus informasi yang terkoneksi dengan baik, tentu saja saya tidak mengerti sepenuhnya pada saat itu, hanya manggut-manggut seperti orang tolol. Ketika saya kembali mengunjungi AS lagi pada tahun 1990-an, saya menyaksikan betapa cikal-bakal internet modern sangat menjanjikan keuntungan bisnis dan juga keuntungan tidak terbatas bagi intelijen.

Saya ragukan bila CIA dan lembaga inteljien lain di AS mengalami kesulitan dalam memahami dokumen dalam bahasa apapun, seperti disinyalir dalam berita ini yang seolah-olah intelijen AS kekurangan tenaga dalam menterjemahkan bahasa asing khususnya Arab. Itu hanya pengalihan untuk mempertegas kehadiran nyata intelijen dalam dunia internet. Satu-satunya negara di dunia yang sangat waspada dengan kemampuan Amerika di dunia internet adalah Republik Rakyat China yang bertahun-tahun memberlakukan pengawasan dan kontrol ketar terhadap akses internet di negaranya. Hal ini terjadi karena RRC sudah tahu melalui jaring human intelligence (humint) yang berada di AS tentang sejauh mana intelijen Amerika bisa melakukan intersep ke dalam jaringan.

Jadi apa yang disampaikan Negroponte hanya menyatakan apa yang sudah terjadi selama belasan tahun belakangan ini.

Bagaimana dengan indonesia?

Grand Design AS Terhadap Papua

Pengantar

Sebuah artikel yang cukup menarik ditulis oleh seorang pengagum Adolf Hitler. Penulis mengaku sangat tertarik dengan dunia intelijen dan pernah atau masih sedang mencoba menembus lembaga intelijen di Indonesia. Seorang muda yang kreatif dan berhasil mendapatkan coretan bocoran analisa intelijen berkat kecerdikannya.

Saya rasa cukup adil untuk mempercayai pengakuannya telah berhasil memperoleh sejumlah tulisan analisa intelijen dari kantor BIN. Mengapa saya percaya? tidak lain karena saya tahu persis kelemahan BIN yang bisa diibaratkan gudang analisa yang sangat rahasia namun dipelihara bagaikan tempat sampah. Dokumen berserakan tanpa ada prosedur penghancuran atau penyimpanan yang memadai, anggota-anggotanya yang oleh penulis (Abwehrmeister) disebut sebagai punggawa pejaten pada umumnya sudah melupakan prinsip internal security dan cenderung semborono. Kondisi inilah yang memudahkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kelemahan tersebut untuk tujuan yang macam-macam.

Saya jadi ingat perbincangan dengan mantan Kepala BAKIN (KABAKIN) almarhum Letjen (purn) Z.A. Maulani ketika beliau masih bertugas di kantor Sekretariat Wakil Presiden. Menurut beliau laporan BAKIN seperti garbage in garbage out. Menyedihkan sekali bukan?
Isi sebuah laporan intelijen barangkali biasa saja dan bersifat rutin, tetapi karena ia dibuat oleh lembaga intelijen maka tidak selayaknya diperlakukan seperti kertas bungkus pisang gorang.

Tentu perspektif di atas tidak bersifat general, karena masih ada junior-junior saya yang sekarang naik dalam level eselon 1 dan 2 yang benar-benar menjaga prinsip internal security dan berhasil menjalankan tugas dengan begitu baiknya. Untuk figur-figur yang tegas dan punya komitmen tinggi dalam tugas maka tidak ada celah bagi kesembronoan. Dari sisi unsur militer juga demikian ada yang sangat profesional dan ada yang sembrono. Mudah membedakannya unsur militer yang masuk BIN hanya ada dua macam, pertama adalah mereka yang sangat dibutuhkan karena kemampuannya dan kedua adalah mereka yang mengemis segala cara kepada Kepala BIN agar diberikan jabatan karena di militer karirnya tamat.

Kebobrokan organisasi BIN maupun BAIS inilah yang melahirkan seorang Senopati Wirang yang harus menanggung MALU menuliskan BLOG I-I berdasarkan pada pengalaman pahit bertahun-tahun. Pernah saya menulis surat kaleng kepada Presiden Suharto...hasilnya malah pembersihan organisasi dan ancaman-ancaman. Memang saya bukan Ksatria yang terang-terangan menantang sistem, tetapi apalah artinya perjuangan satu suara yang lemah ini. Saya sudah menyaksikan banyak korban berjatuhan bahkan seorang sahabat ada yang sampai di Penjara dan seorang Jenderal Yoga Soegama hanya sempat minta maaf di depan mayatnya setelah sahabat saya sakit sekian lama. Setidaknya sejak saya bergabung dengan Intelijen Tempur, Intelijen Strategis dan Intelijen Sipil dan sampai masa akhir hidup saya ini belum ada yang menyadari siapa saya.

Ah pengantarnya jadi terlalu banyak, habis saya kesal dengan sistem pengamanan yang amat sangat buruk di institusi intelijen Indonesia.


Silahkan disimak artikel dari seseorang yang sangat memimpikan dirinya menjadi seorang agen intelijen.
------------------------------------------------------------------------------------------------

GRAND DESIGN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PAPUA
oleh: ABWEHRMEISTER

Menarik kita amati perkembangan kasus Papua, yang diawali dari kasus Abepura (yang menuntut ditinjau ulangnya kontrak karya antara PT.Freeport Indonesia dan pemerintah RI) dan kasus pemberian visa tinggal sementara oleh Australia bagi puluhan orang aktivis Papua Merdeka yang menyatakan adanya genocide di Papua. Mari kita coba mengamati secara lebih seksama kedua kasus tersebut.
1. Tuntutan peninjauan ulang kontrak karya antara pemerintah RI dan PT.Freeport Indonesia.
Hal ini mulai mendapat perhatian publik setelah terjadi demo besar-besaran oleh sebagian besar unsur masyarakat Papua (baik di Papua maupun di Jakarta) yang menelan korban dari aparat dan dari masyarakat. Mereka menuntut di tinjau ulangnya kontrak karya pengolahan Sumber Daya Alam yang dilakukan PT.Freeport Indonesia, sebuah perusahaan Amerika Serikat. Tuntutan ini dikarenakan selama ini PT.Freeport Indonesia dinilai lalai dalam menangani masalah lingkungan hidup dan PT.Freeport Indonesia dirasa tidak memberi dampak positif secara signifikan kepada masyarakat asli Papua. Hal ini diperkuat oleh adanya laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang menyatakan bahwa (pada intinya) telah terjadi degradasi/penurunan kualitas lingkungan hidup di Papua, yang apabila dibiarkan terus menerus akan sangat merugikan Indonesia. Beberapa tokoh politisi dan parlemen Indonesia belakangan angkat bicara dan mengakomodir keinginan masyarakat Papua melalui parlemen. DPR mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kontrak karyanya dengan PT.Freeport Indonesia. Hanya sayang sikap DPR ini hanya melalui pernyataan-pernyataan tokohnya secara parsial, bukan sikap resmi DPR secara institusional sebagai lembaga parlemen Indonesia. Tanpa perlu menjadi seorang expert, kita bisa melihat adanya gangguan terhadap kepentingan Amerika Serikat di Indonesia. Bisa dibayangkan berapa besar kerugian yang dialami PT.Freeport Indonesia (baca: Amerika Serikat) apabila peninjauan ulang kontrak karya tersebut benar-benar terjadi. Sebenarnya peninjauan ulang kontrak kerja sama merupakan HAK Indonesia sebagai negara yang berdaulat penuh atas Papua. Ditinjau dari segi hukum (tentunya hukum Indonesia), pembaruan suatu perjanjian dimungkinkan untuk dilakukan sebelum habis masa berlaku perjanjian tersebut apabila ada hal-hal yang secara prinsipil melanggar UU. Ketentuan ini bisa kita lihat dari pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW) yang menyatakan sebagai berikut :”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.”
Dari uraian pasal tersebut diatas nampak jelas bahwa suatu perikatan hukum (baca: perjanjian) dapat ditarik kembali (atau diperbarui) apabila mendapat kesepakatan dari kedua belah pihak dan atau pelanggaran terhadap UU yang berlaku. Dalam hal ini UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Posisi pemerintah dalam hal ini sebenarnya sangat kuat baik secara de facto maupun secara de jure. Pemerintah tidak perlu takut terhadap pencitraan buruk Indonesia di luar negeri. Saya yakin banyak putera-puteri Indonesia yang ahli dalam bidang komunikasi dan pencitraan diri. Masih banyak investor asing lain yang mau menanamkan modalnya di Papua. Dalam kasus ini PT.Freeport Indonesia (baca:Amerika Serikat) jelas-jelas merasa terancam dan merasa terusik posisinya di Indonesia. Logikanya, pasti mereka akan memberikan reaksi yang kita tidak tahu entah apa. Melihat arah kebijakan luar negeri AS yang kental nuansa kapitalisme (baca: kolonialisme) yang dilatar belakangi sumber daya alam (Irak, Blok Cepu, Amerika Latin),bisa dipastikan mereka akan mempertahankan kepentingannya dengan segala cara. Pengalaman kita pada masa pemerintahan Soekarno, dimana AS berencana untuk menduduki Indonesia melalui skenarionya membumi hanguskan CALTEX di Riau untuk kemudian mendarat dan menguasai Indonesia. Kejadian itu pada masa pemberontakan PRRI-PERMESTA pada zaman pemerintahan Soekarno. Saya merasa bersyukur skenario tersebut gagal total dan akhirnya mencoreng muka AS. Bukan tidak mungkin AS akan mempertahankan kepentingannya dengan cara-cara yang sama atau sama sekali baru yang tidak kita duga sebelumnya. Kita harus dapat mengantisipasi potensi-potensi ancaman dimasa datang. Untuk tujuan itulah tulisan ini saya buat.


2. Kasus pemberian visa tinggal sementara oleh Australia terhadap aktivis separatisme Papua.
Kasus ini membuat hubungan bilateral Indonesia – Australia kembali memanas. Indonesia menarik kembali dubesnya, sementara dubes Australia dipanggil Menlu RI untuk menjelaskan sikap pemerintahan Australia. Untuk yang kesekian kalinya hubungan Indonesia – Australia menegang. Masih segar dalam benak rakyat Indonesia bagaimana peran aktif Australia dalam kasus lepasnya Timor-Timur dari pangkuan ibu pertiwi. Belakangan diketahui bahwa motif utama Australia dalam mensponsori kemerdekaan Timor-timur adalah celah timor yang ditengarai kaya akan minyak. Sobat kental AS ini nampaknya telah belajar banyak dari sohibnya itu. Pemberian suaka dan visa tinggal tersebut jelas-jelas tidak mencerminkan sikap dukungan Australia terhadap kedaulatan wilayah NKRI, seperti yang selama ini berulang kali mereka utarakan kepada berbagai media dunia. Sikap mereka ini menunjukkan bahwa mereka memberi dukungan kepada elemen-elemen separatisme di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari adanya dukungan berupa moril dan materiil dari berbagai parpol Australia terhadap pihak separatis Papua (sebagaimana tercantum dalam temuan data dan fakta yang dibawa oleh tim parlemen Indonesia yang akan sowan ke Australia). Terlebih lagi kita memiliki pengalaman pahit pada masa lalu dalam kasus lepas nya Timor-Timur dari NKRI. Apakah kita akan jatuh dalam lubang yang sama untuk yang kedua kalinya? Saya yakin bahwa ini adalah suatu skenario yang disusun bersama antara Australia dan AS dengan tujuan untuk mengambil alih sumber daya alam yang terdapat di Papua. Indikasinya adalah Australia begitu mengekspos penindasan yang dialami oleh para aktivis separatisme Papua (versi mereka tentunya). Bahkan mereka menuduh telah terjadi genocide di bumi Papua. Ini adalah suatu tuduhan serius yang tidak berdasar. Serius karena istilah genocide merupakan salah satu pelanggaran HAM berat, setara dengan yang dilakukan oleh NAZI Jerman. Tidak berdasar karena tuduhan tersebut tanpa disertai data, fakta dan bukti yang kuat dan meyakinkan. Ini adalah bagian dari skenario panjang AS dan Australia untuk merebut sumber daya alam Indonesia. Selama ini Amerika dikenal sebagai agresor yang mengabaikan norma-norma apapun dalam menjaga kepentingannya diberbagai penjuru dunia. Tidak perlu legitimasi, tidak perlu ada bukti yang kuat, dan sering kali mengabaikan PBB.
3. Alternatif penyelesaian masalah.
Berkali-kali Australia menginjak-injak harga diri dan martabat bangsa Indonesia. Penangkapan nelayan Indonesia, pelanggaran kedaulatan Indonesia di udara oleh AU Australia (boleh tanyakan pada saudara-saudara kita di AURI), lepasnya Tim-tim dari NKRI, pemasangan instalasi rudal yang dapat menjangkau wilayah NKRI, dan sekarang dukungan secara terang-terangan terhadap elemen separatisme Papua (pihak parlemen Indonesia dan kalangan intelijen pasti tahu lebih banyak). Kita semua pasti mahfum bahwa kita tidak bisa berharap banyak dari PBB. Sudah banyak kejadian yang menunjukkan bahwa PBB tidak memihak kepada rasa keadilan masyarakat internasional dan didalam tubuh PBB sendiri ada perbedaan perlakuan terhadap negara-negara anggotanya. Masih adanya hak veto bagi beberapa negara menunjukkan hal ini. Padahal hak veto tersebut sangat tidak relevan dan sangat mencederai asas persamaan kedudukan negara-negara yang berdaulat di dunia. Tidak akan pernah tercapai susunan dunia yang adil, merata dan sejahtera bila PBB (sebagai organisasi internasional yang utama) masih tidak berubah. Sikap Indonesia yang menarik kembali duta besarnya di Australia mencerminkan adanya perhatian yang serius dari pemerintah RI. Kita harus menata ulang kembali hubungan bilateral kita dengan Australia. Saya menyarankan beberapa alternatif penyelesaian disini, yaitu :
§ Secara eksternal
- Melakukan komunikasi bilateral dengan Australia melalui saluran diplomatik secara lebih intensif dan komprehensif dalam konteks Papua
- Mencari dukungan dalam berbagai forum internasional terhadap keutuhan kedaulatan wilayah NKRI (negara-negara Asia-Afrika, ASEAN, PBB,dll)
- Memberikan penjelasan kepada masyarakat internasional bahwa apa yang terjadi di Papua adalah murni masalah intern dalam negeri Indonesia, bahwa tidak ada peristiwa pelanggaran HAM berat (genocide) yang terjadi di bumi Papua seperti yang dituduhkan para aktivis separatisme Papua, bahwa apa yang dilakukan Australia adalah bentuk sikap bermusuhan dan melegalisasi tuduhan pelanggaran HAM berat di Indonesia, bahwa sikap Australia tersebut merupakan suatu bentuk ancaman terhadap kedaulatan sah suatu negara yang dapat menimpa negara mana saja di dunia dan merupakan preseden buruk dimasa datang.
§ Secara internal
- Melakukan pengusutan tuntas terhadap kasus kerusuhan Abepura, Papua.
- Merangkul semua elemen masyarakat Papua untuk bersama-sama mencari solusi yang terbaik bagi bangsa dan negara RI (hal ini lebih sulit dalam hal implementasi di lapangan).
- Mencari bukti keterlibatan asing dalam kasus Papua.
- Para pemimpin bangsa ini agar tidak serta merta mengeluarkan pernyataan yang bersifat tuduhan yang menyudutkan saudara sebangsa sendiri (politisasi). Akan lebih baik jika kita memfokuskan perhatian dan stamina kita untuk mengantisipasi ancaman dari luar. Kasus ini adalah murni masalah harga diri dan martabat Indonesia, tidak perlu kita larut dalam kepentingan politik sesaat.
- Melakukan pemberdayaan intelijen nasional baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini sangat penting artinya untuk menangkal ancaman-ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Sebagai contoh, pembentukan aturan hukum yang jelas bagi kalangan intelijen nasional lebih urgent ketimbang RUU APP misalnya.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat, paling tidak, menimbulkan kesadaran berbangsa dan semoga dalam tataran lebih luas dapat memberikan alternatif wawasan dalam menanggapi sikap Australia. Semoga Tuhan YME melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Amin !!

Perputaran Intelijen

Sedikit memenuhi harapan sebagian pembaca tentang teknik intelijen, berikut ini saya sarikan apa yang disebut perputaran intelijen atau lingkaran kerja intelijen atau the intelligence cycle.

lebih nyaman rasanya menggunakan istilah asing the intelligence cycle.

The intelligence cycle adalah proses mengolah informasi mentah menjadi produk intelijen yang disampaikan kepada pengambil kebijakan untuk digunakan dalam penentuan kebijakan dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan. Ada 5 langkah dalam perputaran intelijen.


  1. lanning and Direction. Merupakan manajemen informasi mulai dari identifikasi data-data yang diperlukan sampai pengiriman produk intelijen ke pengambil kebijakan atau pengguna produk intelijen. Merupakan awal dan akhir dari lingkaran. Menjadi awal karena berkaitan dengan penyusunan rencana yang mencakup kebutuhan pengumpulan informasi yang spesifik dan menjadi akhir karena produk akhir intelijen yang mendukung keputusan kebijakan, menciptakan permintaan-permintaan produk intelijen yang baru. Keseluruhan proses mengacu pada petunjuk pengambil kebijakan seperti Presiden atau Perdana Menteri, pembantu-pembantu di jajaran eksekutif seperti Dewan Keamanan Nasional, anggota kabinet....yang kesemua itu mengawali permintaan khusus kepada intelijen.
  2. Collection. Adalah pengumpulan data/informasi mentah yang diperlukan untuk memproduksi analisa intelijen. Ada banyak sekali sumber-sumber informasi termasuk informasi terbuka seperti berita radio asing, surat kabar, majalah, internet, buku, dll. Informasi terbuka merupakan salah satu sumber utama intelijen yang harus dimekanisasikan secara disiplin menjadi sebuah rutinitas sehari-hari yang menjadi supply tidak terbatas yang akan mendukung analisa intelijen. Bila anda pernah berkunjung ke CSIS di Tanah Abang III Jakarta, perhatikan bagaimana intelijen masa Orde Baru berbagi teknik dengan lembaga penelitian dan menjadikannya sebagai salah satu lembaga yang disegani. Guntingan Koran CSIS adalah khas pekerjaan membosankan yang sangat vital bagi intelijen, khususnya bagi perwira analis, karena dengan mengikuti setiap waktu perkembangan terkini dari media massa akan melatih insting analisanya. Di samping itu, ada juga informasi rahasia dari sumber-sumber yang rahasia pula. Informasi ini hanya memiliki prosentase yang kecil namun sifatnya amatlah sangat penting sehingga sering juga menjadi penentu dari sebuah produk intelijen. Biasanya diperoleh dari operasi tertutup oleh para agen intelijen atau melalui informan. Secara teknis penngumpulan data juga dilakukan oleh peralatan canggih secara elektronik dan fotografi serta satelit.
  3. Processing. Berkaitan dengan interpretasi atas data/informasi yang sangat banyak. Mulai dari penterjemahan kode, penterjemahan bahasa, klasifikasi data, dan penyaringan data. Dalam organisasi intelijen tradisional dan konservatif, seorang agen baru seringkali harus melalui masa-masa membosankan melakukan pemilahan data berdasarkan kategori yang ditentukan atasannya. Hal ini sangat penting untuk membiasakan diri dalam menyusun jurnal pribadi maupun jurnal unit yang sangat vital dalam mempercepat proses penemuan kembali data-data lama yang tersimpan. Juga membiasakan diri untuk segera melihat data dari sudut pandang potensi spot intelijen atau memiliki potensi ancaman.
  4. All source Analysis and Production. Merupakan konversi dari informasi dasar yang telah diproses menjadi produk intelijen. Termasuk didalamnya evaluasi dan analisa secara utuh dari data yang tersedia. Seringkali data yang ada saling bertentangan atau terpisah-pisah. Untuk keperluan analisa dan produksi, seorang analis, yang biasanya juga spesialis bidang tertentu, sangat memperhatikan tingkat "kepercayaan"data (bisa dipercaya atau tidak), tingkat kebenaran dan tingkat relevansi. Mereka menyatukan data yang tersedia dalam satu kesatuan analisa yang utuh, serta meletakkan informasi yang telah dievaluasi dalam konteksnya. Bagian akhirnya adalalah produk intelijen yang mencakup penilaian atas sebuah peristiwa serta perkiraan akan dampaknya pada keamanan nasional. Salah satu unsur vital dari produk intelijen adalah peringatan dini dan perkiraan keadaan. Sementara model laporan ada macam-macamnya mulai dari yang sangat singkat berupa telpon lisan yang menjadi laporan kepada pimpinan negara, sampai laporan yang cukup tebal mencakup analisa perkiraan keadaan tahunan. Dari beberapa kasus yang terungkap di media massa, terlihat jelas bahwa baik BIN maupun BAIS TNI sangat lemah di sektor analis ini, entah karena sumber daya manusia-nya yang levelnya masih sebatas lulusan akademi militer, D3 atau S1 saja, atau karena memang keterbatasan dana yang menyebabkan lembaga intelijen tidak berkutik soal peningkatan SDM. Bandingkan misalnya dengan CIA atau Mi6 yang secara aktif mengirimkan para analisnya ke universitas-universitas di berbagai negara untuk menempuh studi doktor sekaligus memantapkan spesialisasi masing-masing.
  5. Dissemination. Merupakan langkah terakhir yang secara logika merupakan masukkan untuk langkah pertama. Adalah distribusi produk intelijen kepada pengguna (pengambil kebjiakan) yang biasanya adalah mereka yang meminta informasi kepada intelijen. Untuk kasus Indonesia, pengguna disini hampir identik dengan Presiden.

Fireign Counter Intelligence

Pada masa saya masih aktif, Intelijen Indonesia dalam hal ini BAKIN dan BAIS cukup disegani oleh lembaga-lembaga intelijen di dunia. Khususnya kehandalan unit khusus Kontra Intelijen (Istilah kerennya Foreign Counter-Intelligence -- FCI). Unit khusus yang wajib ada di seluruh lembaga intelijen di dunia tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam mendeteksi setiap gerak-gerik intelijen asing di negara kita. Sejumlah kasus besar yang melibatkan lembaga bergengsi seperti MI6, CIA dan KGB pada era perang dingin telah berhasil diungkap oleh unit khusus BAKIN yang seringkali juga bekerjasama dengan BAIS. Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas kasus demi kasus yang menjadi prestasi tersendiri tersebut, tetapi saya akan mempertanyakan mengapa di era reformasi ini malahan justru saya menerima begitu banyak e-mail yang mengeluhkan sebuah trend kemunduran.


Beberapa masukkan tentang kemunduran tersebut misalnya semakin kurangnya pelatihan di luar negeri atau minimal bersama counter-part untuk membiasakan deteksi dini pola operasi intel asing. Lebih jauh lagi, pola pelatihan bahasa asing secara praktis yang ditujukan untuk penguasaan secara maksimal atas satu atau beberapa bahasa asing juga belum ada peningkatan berarti. Hal ini lebih disebabkan kekeliruan manajemen sumber daya manusia, singkatnya ada cukup banyak kasus salah penempatan dan perlunya peningkatan SDM. Faktor yang juga cukup penting adalah lambatnya update teknologi dan variasi teknik operasi yang memanfaatkan teknologi baru.

Pada masa perang dingin, memang peranan CIA dalam melatih unit khusus Kontra Intelijen tidak bisa diabaikan. Unit Khusus Intelijen Indonesia yang bahkan menggunakan simbol yg lebih mirip lambang lembaga intelijen Amerika tersebut, begitu efektif dan efisiennya dalam hampir setiap operasi. Para senior tentunya masih ingat bagaimana majalah Playboy bisa ada di meja kerja kita pada era mesranya hubungan BAKIN dengan CIA. (Bagi para pejuang moral dalam tubuh intelijen, mohon maaf atas fakta ini).

Counter-Intelligence atau Kontra-Intelijen mencakup intelijen domestik (dalam negeri), fungsi pengamanan informasi dalam negeri, kontra-spionase, dengan tujuan melakukan penetrasi terhadap kegiatan rahasia intelijen asing di negara kita. Salah satu tujuan utama operasi Kontra Intelijen adalah mengungkapkan agresi, subversi dan sabotase rahasia. Kegiatan berupa agresi, subversi dan sabotase rahasia tersebut biasanya merupakan rangkaian rumit dari jaring kegiatan intelijen asing yg juga melibatkan "penghianat" dari kalangan bangsa kita sendiri.

Setidaknya ada 4 prinsip utama kegiatan Kontra-Intelijen, yaitu: (Jeffrey Richelson)
  1. Penetrasi terhadap kegiatan intelijen asing yang bermusuhan di negara kita
  2. Rekrutmen agent dan defector (pembelot) yang mendukung negara dan bangsa kita
  3. Riset dan pengumpulan data mengenai intelijen asing atau oposisi (baik yg bermusuhan maupun yg bersahabat).
  4. Penghancuran dan Netralisasi kegiatan intelijen asing yang bermusuhan.

Dari prinsip-prinsip tersebut di atas dapat kita lihat bahwa tidak semua kegiatan intelijen asing bisa kita anggap "membahayakan" NKRI. Hanya intelijen asing yg bermusuhan saja yang perlu dinetralisir kegiatannya, sementara kegiatan intelijen asing yang bersahabat bisa memberikan manfaat berupa warning, melalui jalur counter-part. Definisi bermusuhan tersebut bisa ditentukan dari fakta di lapangan maupun atas keputusan pimpinan yang memiliki informasi yang lebih lengkap. Biasanya unit-unit pelaksana operasi hanya memiliki potongan informasi dan tidak bisa menentukan kategori bermusuhan atau bersahabat.

Pekerjaan unit Kontra-Intelijen merupakan kebalikan dari pekerjaan unit Spionase aktif yang beroperasi di luar negeri. Karena sifat pekerjaannya yang bertolak belakang tersebut, maka tidak mengherankan bahwa setiap anggota intelijen yang bertugas ke luar negeri wajib memiliki pengetahuan mengenai Kontra Intelijen. Sebaliknya, anggota Kontra Intelijen juga perlu tahu cara kerja Spionase aktif.

Sejarah akan terus bergulir dan tercatat dalam setiap periode. Ada kalanya catatan itu begitu baik adakalanya catatan itu bagaikan noda. Semua tergantung dari kesungguhan para pelaku sejarah dalam menjalani hidup dan pekerjaannya. Sehubungan dengan pertanyaan dan cibiran terhadap pekerjaan intelijen, ingin saya tegaskan bahwa:

Intelijen hanyalah sebuah pilihan profesi dari sekian banyak profesi lain yang juga memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, tidak bisa dinilai dari salah satu sudut saja, misalnya soal sifat dasar pekerjaan yang diliputi kerahasiaan. Banyak orang menilai pekerjaan ini terlalu kotor karena kepura-puraan, tidak menyenangkan dan bahkan cenderung jahat. Padahal semua itu sudah menjadi bagian alamiah pekerjaan intelijen yang melakukan semua itu demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan seluruh elemen bangsa untuk survive dan juga untuk negara agar tetap eksis di dunia. Bila segenap komunitas intelijen meyakini itu dan sungguh-sungguh profesional, niscaya tidak akan ada perasaan rendah diri ataupun over confident.

Catatan ini khusus buat menyemangati seluruh rekan-rekan yang mengalami tekanan, depresi, ketidaknyamanan dan segala dampak negatif dari sistem kerja, situasi dan kondisi pekerjaan intelijen Indonesia.

Competitif Intelijen (CI)

Salah satu alasan mengapa saya tidak memilih karir di dunia bisnis atau bekerja di perusahan nasional atau internasional adalah karena saya kurang nyaman dengan sebuah kondisi yang biasa kita kenal dengan istilah kompetisi atau persaingan. Fair competition atau persaingan sehat dalam dunia usaha adalah sebuah syarat penting terselenggaranya sistem pasar bebas yang stabil.

Saya bukan ahli ekonomi, tapi pengalaman pekerjaan yang menyebabkan saya juga pernah bersentuhan dengan dunia ekonomi cukup membantu dalam menuliskan artikel ini. Sebuah artikel yang saya coba untuk bisa melengkapi artikel saya tentang intelijen ekonomi dalam kacamata makro.

Competitive Intelligence bukan sebuah terminologi baru dalam dunia intelijen bisnis. Dalam banyak cerita sering digambarkan bahwa pemanfaatan teknik-teknik intelijen dalam dunia bisnis memegang peranan penting dalam menentukan kebijakan ataupun langkah strategis sebuah perusahan. Dalam rangka "survive" atau "penguasaan" pasar atau peningkatan laba, sering pula digambarkan bahwa teknik intelijen yang digunakan adalah "pencurian" informasi dari perusahaan pesaing. Cerita-cerita tentang bagaimana pentingnya operasi intelijen dari sebuah perusahaan yang berupaya membangkrutkan perusahaan saingannya dan kemudian mengakuisisinya sebenarnya agak jauh dari kenyataan. Dengan pengecualian "permainan" dalam dunia usaha energi (minyak bumi, gas alam, nuklir), teknologi informasi, bisnis peralatan militer, jasa keamanan, serta media massa, maka dunia bisnis lainnya cenderung untuk tidak melakukan operasi intelijen berupa operasi rahasia.

Apa yang dilakukan pada umumnya perusahaan-perusahaan besar di dunia adalah proses seleksi, koleksi, interpretasi, dan distribusi informasi terbuka yang bisa diakses publik namun memiliki nilai penting bagi perusahaan. Usaha-usaha tersebut bisa disingkat dengan istilah Competitive Intelligence -- CI. (lihat Richard Coombs, Competitive intelligence handbook. University Press of America, Bab I). Lebih jauh Richard Coombs memberikan contoh definisi lain bagi CI sbb: kutipan buku ini bisa dilihat sedikit pada combsinc.com.

  1. Intelijen Bisnis adalah sebuah alternatif terminologi bagi Competitive Intelligence. Definisinya adalah kegiatan-kegiatan monitoring lingkungan eksternal sebuah perusahaan untuk mendapatkan informasi yang relevan bagi proses pembuatan kebijakan perusahaan tersebut.
  2. Istilah lain CI adalah Competitor intelligence, yaitu proses analisa yang mentransformasikan keseluruhan competitor intelligence yang utuh menjadi pengetahuan strategis tentang kompetitor, posisi, performance, kapabilitas, dan niat/tujuan. Pengetahuan strategis tersebut harus relevan, akurat, dan bisa digunakan.
  3. Competitive intelligence adalah sebuah cara berpikir (way of thinking).
  4. CI menggunakan sumber-sumber informasi publik untuk mengetahui lokasi dan membangun informasi tentang persaingan dan pesaing-pesaing yang ada.
  5. Competitor intelligence adalah informasi yang sangat spesifik dan tepat waktu tentang sebuah perusahaan.
  6. Tujuan dari CI adalah bukan mencuri rahasia perusahaan kompetitor, rahasia pasar kompetitor ataupun properti rahasia lainnya. CI adalah sebuah teknik pengumpulan informasi secara sistematis, secara terbuka (legal) dalam jangkauan informasi yang begitu luas, yang ketika telah terseleksi dan disatupadukan serta dianalisa akan menyediakan sebuah pemahaman yang utuh tentang struktur perusahaan pesaing, budaya perusahaan, kebiasaan, kemampuan/kelebihan dan kelemahannya.
Berangkat dari definisi-definisi tersebut di atas, maka cukup jelas bahwa seorang analis dalam dunia Competitive Intelligence bisa jadi memiliki pengetahuan dan kemampuan yang relatif sama dengan Intelijen Analis (INTAN) dalam dunia intelijen sesungguhnya. Perbedaannya hanya terletak dalam sasaran, bahan keterangan, atau dengan kata lain isinya (content). Sebaliknya seorang INTAN yang telah lama berkecimpung dalam analisa intelijen, akan dengan mudah mengadaptasikan dirinya dalam dunia pekerjaan Competitive Intelligence. Sebenarnya memang demikianlah faktanya di dunia ekonomi liberal. Banyak mantan anggota intelijen dari lembaga bergengsi seperti yang terjun di dunia Competitive Intelligence. Minimal menjadi penasihat atau pengarah unit khusus dalam perusahaan yang biasanya berada di divisi riset dan pengembangan.

Competitive Intelligence adalah alternatif yang sangat menarik bagi kalangan intelijen aktif untuk mengaplikasikan pengetahuan di masa pensiun. Selain bisnis keamanan yang juga sering merekrut mantan-mantan anggota intelijen, maka dunia bisnis intelijen pun tidak ketinggalan.

Dalam prakteknya, tidaklah mudah membangun sebuah unit riset dan pengembangan dalam sebuah perusahaan untuk cepat tanggap dalam merespon kebutuhan perusahaan. Seringkali perusahaan kurang memperhatikan pemanfaatan unit riset dan pengembangan untuk hal-hal yang lebih strategis. Kebanyakan riset dan pengembangan hanya mengarah pada peningkatan mutu produksi, peningkatan kualitas SDM, dan kalkulasi pasar serta keuntungan yang mungkin diperoleh dalam satu periode. Dengan sedikit pengecualian riset dari kalangan marketing, maka kebanyakan riset yang dilakukan perusahaan kurang memperhatikan aspek taktis maupun strategis yang berpotensi membesarkan sebuah perusahaan.

Kita tentunya tidak bisa selalu berasumsi positif bahwa semua pemain ekonomi akan berlaku jujur dan patuh pada persaingan bebas yang sehat. Hal ini bis dibandingkan dengan dunia intelijen pemerintah yang tidak pernah bisa percaya 100% pada negara asing, maka dalam dunia bisnis-pun tidak ada bedanya. Bila dilihat dari sistem kerja maupun tujuannya untuk memberikan pertimbangan yang sangat penting bagi perusahaan, maka nyaris tidak ada bedanya dengan intelijen pemerintah. Perbedaan yang mendasar adalah bahwa CI harus tetap bekerja sesuai koridor hukum karena resiko yang ditanggung terlalu besar bila melangkah di luar hukum. Meski demikian, sudah menjadi hal wajar bila dalam kenyataan, pekerjaan CI sangat mirip dengan pekerjaan intelijen pemerintah.

Bisnis informasi memang bisnis yang sangat menarik, sehingga tidak mengherankan bila mereka yang terjun dalam dunia ini begitu bervariasi. Mulai dari petugas perpustakaan publik, legal atau corporate dan and analis pusat informasi sampai ke manajer personil, spesialis dalam data finansial, mereka yang berkecimpung dalam business-development, dan perencana strategis, sampai ke mantan anggota intelijen, pensiunan intelijen militer, pakar informasi dan kalangan akademisi.

Saya beri contoh misalnya Pusat Data Bisinis Indonesia (PDBI) yang pernah dikomando oleh Drs Christianto Wibisono. Model institusi seperti ini cenderung bekerja semacam menjadi agen bagi perusahaan yang membutuhkan jasa mereka. Tentu tingkat kepercayaan terhadap bentuk CI yang cenderung independen ini harus melalui evaluasi Board of Executive sebuah perusahaan. Karena sebuah perusahaan tidak akan pernah bisa tahu sejauh mana level keamanan memanfaatkan institusi yang bespesialisasi semacam ini.

Oleh karena itu, tetap diperlukan unit internal perusahaan yang berspesialisai dalam CI. Nah unit CI perusahaan inilah yang intensif berinteraksi dengan Pusat Data Bisnis atau dengan lembaga-lembaga data dan riset lainnya seperti Biro Pusat Statistik, Pusat Studi, Marketing Riset, pemantau persaingan, perpustakaan, lembaga survey, ataupun dengan kalangan akademisi yang memiliki spesialisasi tertentu. Bahkan bila perlu mengembangkan sendiri teknik pengumpulan informasi berdasarkan teknik-teknik intelijen.

Semua akhirnya akan kembali pada kemapuan analisa, karena di era modern ini boleh dibilang data sangat mudah diperoleh dan tersebar luas secara terbuka. Persoalannya terletak pada kemampuan menyeleksi dan menemukan data yang tepat. Hanya analis-analis yang selevel dengan INTAN-lah yang saya yakini mampu memberikan masukan kepada unit operasional untuk memperoleh dan memilih data yang diperlukan. INTAN pulalah yang akhirnya akan mengolah dan mentransformasikan informasi tersebut menjadi produk jadi CI yang diperlukan perusahaan.

Tidak terlalu mudah bukan?

Sayangnya saya tidak tahu bagaimana situasi dunia Competitive Intelligence saat ini di Indonesia.